Sunday, March 3, 2013

Suatu sore di tepian Savarus #2






Suatu sore di tepian Savarus yang sama dari dua orang yang berbeda, aku dan kamu duduk di pasir tepian Savarus dan tanpa acuh melemparkan beberapa butir kerikil ke Savarus. Udara hari ini sejuk sekali, sesejuk angin yang menerpaku di pinggiran persawahan Cianjur beberapa tahun yang lalu. Kau masih saja sibuk mengacuhkanku dengan buku buku bersampul hijau, teman istimewa, katamu. Kau masih saja tak bisa berhenti mengalihkan tatapanmu dari deretan huruf huruf yang tersusun dan seakan akan mengejarmu, entah kemanapun pandangan matamu bergerak.


Suatu malam di tepian Savarus yang sama dari orang yang berbeda. Ada bulan dan dua bintang yang tak malu malu menunjukkan dirinya malam itu. Bintang adalah lambang kita yang berjarak sejajar dan membentuk garis lurus dengan bulan, katamu waktu itu. Sinar bulan terlalu terang dan bintang tak pernah terlihat benderang. Bahwa bintang adalah pemeran figuran dalam setiap kisah pencahayaan malam, masih tak bisa kita ubah hingga sekarang. 



Suatu pagi di tepian Savarus yang sama dari dua orang yang berbeda. Kita bersepakat menjejakkan kaki kita ke pasir di tepian sungai. Tampaknya kakiku sudah merindukan bersentuhan dengan pasir dan kakimu merindukan menedang pasir ke tubuhku. Kita bersepakat memerankan lakon dengan pemain yang berlawanan, meski aku tak pernah menyetujuinya. Tanpa sadar kau membuatku menyetujui peran yang kau minta, dan sekarang peran ini akan kumainkan, sebaik baiknya.



Suatu siang di tepian Savarus yang sama dari dua orang yang berbeda. Kau masih tetap saja membisu dan menghentikan semua gerak persendian tubuhmu. Wajahmu seakan membeku, bahkan tak ada gerakan di tepian bibirmu sama sekali. Matamu tak berkedip sama sekali, menatang mataku untuk mengarahkan pandangaku ke tanah. Menunduk. Mengaku kalah padamu. Kau masih saja menggenggam buku untuk kau tunjukkan keenggananmu duduk. Bahwa harus ada salah satu yang kalah dan hanya ada satu yang menang, tak akan menjadi masalah besar andai itu harus ada dan terjadi diantara kita, katamu. 



Suatu hari di suatu tempat yang tak bisa kau temukan cahaya. Adalah dirimu yang berbicara denganku saat itu, membutuhkan cahaya untuk membuatnya sekelilingnya bercahaya, hingga dirimu tak perlu menangis menemani teman teman kecilmu berlarian mencari cahaya. Sementara dirimu mengetahui bahwa itu semua hanya ada dalam sekali waktu di suatu hari pada suatu tempat yang tak bisa kau temukan cahaya di hari itu juga. Aku juga masih belum mengerti di mana aku bisa mencari, atau mungkin bisa kau cari di tempat lain dan aku mencarinya pada suatu hari di tepian Savarus yang sama.


Suatu sore di tepian Savarus yang sama, aku mencarimu menemaniku mencari cahaya, untuk kita.





Giessen, 3 March 2013
Untuk kita.





No comments:

Post a Comment