Wednesday, May 30, 2012

Perempuan penghuni delta tepi lautan

Aku masih ingat seikat bunga Raps kuning yang kau, Perempuan penghuni delta tepi lautan, hadiahkan padaku
Meski warnanya tak kusuka, tetap saja ku bawa berlarian mengejarmu di tengah rintik hujan
Aku ikatkan dengan pita baru warna biru, warna kesukaanmu
Ku dekap sepanjang malam, berharap akan bersinar seperti titik kuning di tengah warna merah yang kau puja berkali kali dan ceritakan tentangnya dan aku bosan; tak kau acuhkan

Aku masih ingat saat saat dirimu, Perempuan penghuni delta tepi lautan, melukis kapal yang kau idamkan kan menyeberangi lautan menuju  pinggiran melaka, menuju pulau tepi harapan
Kecil, buruk, menurutku bahkan tak kan bisa menembus ombak laut China Selatan, lalu kau patahkan dengan ceritamu tentang Cao dan Lang, tentang ksatria Khubilai Khan,  tentang biksu biksumu yang mengajarkan perdamaian dalam tulisan; 
Dan aku mulai bosan, tapi kutatap nanar, lalu kau berhenti, dan kita saling bersemu  mengelakkan pandangan


Aku masih ingat saat kau, Perempuan penghuni delta tepi lautan, memintaku menuliskan 748 kalimat di buku harian yang kau buat dan pajang kalimat kesukaanku di dalamnya
ku tolak, kupilih menulis kalimat yang ingin ku katakan,
kali ini kau terdiam,


Giessen, den 30.Mai 2012



















Tuesday, May 22, 2012

Bilangan N


        Akankah aku melemparkan sauh, bertambat tepat di depan perahumu ?



Tak biasa kuucapkan konsonan sengau-langit langit
entah dalam hieroglif, funisia,atau dalam syair syair Etruska-latin kata
nahš-nun-ni-n-N
bagi alfabet di pertengahan dengan 2 sudut tajam.
serupa dengan tampilan di tiap akhir bulan, serasi dengan ucapan terakhir dalam perjalanan kereta panjang, kala kita bersama sama ke tempat terdingin di pertengahan (dunia)
selalu dua yang kau ucapkan, tak pernah satu, atau nol besar.


Pernahkah kau baca semua literatur dan buku buku tua  yang aku sarankan di toko buku, tempat pertama kali kita beradu ? 
sempat aku mengajakmu berceloteh dengan  awan, angin, dan bintang
tapi kau enyahkan, adukan dengan senyum manja wajah bermata sabit manis kehitaman
aku hendak memanggilmu lagi, kau pergi dengan tawa riang
tinggalkan perahuku, mencari kuda berjalan ke tepi pematang

ah, waktumu terlalu sayang di pungut walau sejumput
usap salju di wajahmu, tegakkan dagu lebah menggantungmu
lampion merahmu jangan kau terbangkan, tetap genggam sampai senja datang,

||| baca lagi secarik kertas berisikan kalimat yang kita perdebatkan,
--anggap kali ini aku menang.  

Bilangan e





Bilangan e, Bilangan e
Ku temukan saat mengitung disambiguasi ke lima
Pranala ke empat terhenti, fonem ke tiga bersuara
Fraktural ke dua aku genapi dengan ejaan struktural
Semiotika pertama, tentunya

Bilangan e, Bilangan e
tanyakan terus pada Hippasus, debatkan dengan Pythagoras
teguhkan pengetahuanmu tentang ada dan ketiadaan
tunjukkan kerangka acuan lembam 
postulat relatif, tentunya

Bilangan e, Bilangan e
bersilaju gempita, tak peduli rinai bersedih senada
mufakatku menolak kata, tertulis berserat dalam rimba
tepat di dalam bayang bayang penuh gema
rahasia, tentunya

Bilangan e, Bilangan e
tunjukkan satu arti yang paling sederhana,
rasa hati, tentunya.